Sifat Aktiva Tetap

Semakin pesatnya pelaksanaan pembangunan di berbagai sektor industri yang didukung oleh kemajuan tekhnologi dan globalisasi pasar internasional akan berdampak pada timbulnya persaingan yang ketat di antara perusahaan khususnya yang bergerak dalam bidang industri sejenis. Hal ini tentu saja menuntut pihak manajemen perusahaan untuk lebih dapat memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya agar dapat digunakan secara efisien dan efektif, sehingga hanya perusahaan yang dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas dalam kegiatan operasionalnya saja yang dapat bertahan dan memenangkan persaingan global ini.
Untuk mendukung kegiatan operasionalnya, setiap bentuk badan usaha yang ada saat ini mulai dari yang berukuran kecil hingga yang besar pasti akan memanfaatkan aktiva miliknya. Aktiva- aktiva tersebut bervariasi jenisnya tergantung pada sifat aktivitas usaha yang dijalankan perusahaan. Seperti yang telah dijelaskan pada modul-modul sebelumnya, aktiva dalam neraca pada umumnya diklasifikasikan menurut tingkat likuiditasnya, yaitu tingkat kemudahannya untuk dapat diubah menjadi kas (uang) dalam jangka waktu tertentu. Berdasarkan tingkat likuiditasnya ini, aktiva diklasifikasikan mulai dari yang paling lancar hingga yang paling tidak lancar.
Salah satu subklasifikasi dari aktiva yang dimiliki perusahaan adalah aktiva tetap (fixed assets). Aktiva tetap ini merupakan bagian terpenting dalam suatu perusahaan baik ditinjau dari segi fungsinya jumlah dana yang diinvestasikan, maupun pengawasannya. Aktiva tetap dilaporkan dalam neraca berdasarkan urutan masa manfaatnya yang paling lama, dimulai dari tanah, bangunan, dan seterusnya. Di samping rnemiliki ciri-ciri mendasar yang umum sebagaimana aktiva lainnya, aktiva tetap juga memiliki ciri-ciri tambahan yang membedakannya, yaitu: merupakan barang fisik yang dimiliki perusahaan untuk memproduksi barang atau jasa dalam operasi normalnya, memiliki umur yang terbatas, pada akhir masa manfaatnya harus dibuang atau diganti, nilainya berasal dari kemampuan perusahaan dalam memperoleh hak-haknya yang sah atas pemanfaatan aktiva tersebut, seluruhnya bersifat nonmoneter, dan umumnya jasa atau manfaat yang diterima dari aktiva tetap meliputi periode yang lebih panjang dari satu tahun.
Berdasarkan beberapa ciri tambahan aktiva tetap tersebut di atas, maka tampak bahwa kemampuan aktiva tetap untuk memberikan jasa kepada perusahaan dalam kegiatan operasinya akan cenderung semakin menurun dalam jangka waktu yang panjang. Suatu pengecualian dalam hal ini adalah untuk tanah, di mana tanah tidak disusutkan karena harga tanah justru cenderung akan meningkat dari tahun ke tahun; tanah dikatakan memiliki umur yang tidak terbatas (unlimited life). Selanjutnya, akibat penurunan kemampuan tersebut dan pengaruh faktor-faktor lainnya seperti keusangan (obsolecence), maka nilai yang melekat pada aktiva tetap akan berubah seiring berlalunya waktu. Inilah yang mendorong perusahaan untuk melakukan penyusutan atau depresiasi atas aktiva tetap yang dimilikinya.

Sebagai kesimpulan, aktiva tetap merupakan aktiva jangka panjang atau aktiva yang relatif permanen. Mereka merupakan aktiva berwujud (tangible assets) karena terlihat secara fisik. Aktiva tersebut dimiliki dan digunakan oleh perusahaan serta tidak dimaksudkan untuk dijual sebagai bagian dari kegiatan operasi normal perusahaan. Aktiva berwujud ini diperoleh baik dalam bentuk siap pakai atau dengan dibangun lebih dahulu. Aktiva yang umum dilaporkan di dalam kategori ini meliputi: tanah, bangunan, perabot, peralatan, dan kendaraan bermotor. Dalam beberapa industri, seperti industri utilitas (contohnya adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa penerbangan, pelayaran pembangkit listrik, telekomunikasi), aktiva tetapnya bisa menempati bagian yang sangat signifikan pada total aktiva perusahaan secara keseluruhan.


Sumber: hanifsky

0 komentar:

Harga Perolehan dan Cara Aktiva Tetap di Peroleh

Harga perolehan aktiva tetap meliputi seluruh jumlah yang dikeluarkan untuk mendapatkan aktiva tersebut. Jadi, aktiva tetap akan dilaporkan dalam neraca tidak hanya sebesar harga belinya saja, tetapi juga termasuk seluruh biaya yang dikeluarkan sampai aktiva tetap tersebut siap untuk dipakai. Sebagai contoh adalah mesin produksi, di mana harga perolehannya tidak hanya berasal dari harga beli saja, tetapi juga termasuk pajak, ongkos angkut, biaya asuransi selama dalam perjalanan, ongkos pemasangan dan biaya uji coba, sampai mesin produksi tersebut benar-benar dapat dioperasikan dan dimanfaatkan.
Demikian juga halnya dengan harga perolehan untuk tanah, di mana tidak hanya terdiri atas harga belinya saja, melainkan juga termasuk biaya-biaya lainnya yang perlu dikeluarkan sampai tanah tersebut dapat dipergunakan, seperti biaya survei, pajak, komisi broker, biaya pengurusan surat untuk mendapatkan hak kepemilikan atas tanah, biaya. pembersihan/pengosongan/pembongkaran bangunan lama yang tidak dikehendaki (clearing cost) dan biaya perataan (grading cost). Di sisi lain, jika seandainya, di atas tanah yang baru dibeli tersebut sudah terdapat bangunannya dan pada akhirnya bangunan tersebut harus dirobohkan agar supaya dapat dibangun bangunan baru yang sesuai dengan kehendak atau kebutuhan pemakai (pembeli), maka hasil dari penjualan puing-puing atas bongkaran bangunan lama tersebut justru akan diperhitungkan sebagal pengurang dari harga perolehan tanah.
Untuk bangunan yang dibangun sendiri, maka harga perolehannya terdiri atas biaya ijin membangun, biaya untuk membeli bahan-bahan bangunan, biaya upah pekerja, biaya sewa peralatan untuk membangun, bahkan termasuk bunga atas dana yang dipinjam untuk membiayai pembangunan gedung baru tersebut.
Aktiva tetap selain dapat diperoleh dengan cara dibeli, dapat juga diperoleh melalui sewa guna usaha modal (capital lease), pertukaran dengan aktiva nonmoneter yang ada, penerbitan sekuritas, konstruksi sendiri, sumbangan, akuisisi perusahaan secara keseluruhan, atau dapat juga diperoleh melalui sistem bangun-guna-serah (build, operate, and transfer).
Sewa guna usaha modal adalah suatu kontrak di mana satu pihak (penyewa) diberikan hak untuk menggunakan aktiva yang dimiliki oleh pihak lain, yaitu pihak yang menyewakan, selama suatu periode waktu tertentu dengan membayar sejumlah biaya periodik tertentu. Pada hakekatnya, sewa guna usaha modal secara ekonomis sama dengan pembelian aktiva tetap secara kredit jangka panjang. Dalam akuntansi terdapat ungkapan "substansi mengungguli bentuk” (substance over form), yang artinya bahwa laporan keuangan seharusnya mencerminkan substansi, ekonomi yang mendasarnya dan bukan pada bentuk hukumnya. Jadi, jika sebuah perusahaan secara ekonomi memiliki kendali atas manfaat ekonomi masa depan dari suatu benda, maka benda tersebut dikategorikan sebagai aktiva, tanpa melihat apakah benda tersebut dimiliki secara sah atau tidak. Untuk kasus sewa guna usaha modal ini, aktiva yang disewagunausahakan akan dicatat sebagai aktiva tetap dalam pembukuan perusahaan penyewa (lesse) selaku pengguna aktiva, dan bukan dalam pembukuan perusahaan yang secara hukum masih memiliki aktiva tersebut dalam hal ini adalah si pemberi sewa (lessor). Aktiva pada sewa guna usaha modal dicatat sebesar nilai sekarang (present value) dari pembayaran sewa di masa depan.
Dalam beberapa kasus, perusahaan dapat memperoleh sebuah aktiva baru, dengan cara menukar aktiva nonmoneter yang ada. Umumnya, aktiva yang baru tersebut akan dicatat sebesar nilai pasar wajarnya atau sebesar nilai pasar wajar dari aktiva yang diserahkan, mana yang lebih dapat ditentukan dengan mudah. Jika aktiva yang diserahkan untuk dipertukarkan adalah peralatan bekas, maka nilai pasar wajar dari aktiva yang baru umumnya lebih dapat ditentukan dengan mudah dan oleh karena itu akan digunakan untuk mencatat pertukaran.
Perusahaan dapat memperoleh aktiva tetap tertentu dengan cara menerbitkan saham (sekuritas modal) atau obligasi (sekuritas utang). Ketika nilai pasar dari sekuritas dapat ditentukan, maka nilai tersebutlah yang akan digunakan sebagai nilai aktiva. Namun, jika sekuritas tidak memiliki nilai pasar, maka nilai pasar wajar dari aktiva yang diperoleh yang akan digunakan. Dalam kasus sekuritas tidak memiliki nilai pasar, maka penilaian oleh sebuah organisasi yang independen atas aktiva yang diperoleh mungkin diperlukan untuk mendapatkan nilai pasar wajar yang objektif.
Kadang kala gedung dibangun oleh perusahaan untuk digunakan sendiri. Ini mungkin dilakukan untuk menghemat biaya konstruksi, memanfaatkan fasilitas yang tidak terpakai, atau untuk mendapatkan kualitas bangunan yang lebih baik. sama halnya seperti pembelian aktiva, harga perolehan aktiva tetap yang dibangun sendiri meliputi seluruh pengeluaran-pengeluaran yang terjadi sehubungan dengan pembangunan aktiva tersebut hingga siap digunakan.
Aktiva tetap yang diperoleh melalui donasi (sumbangan) seharusnnya dinilai dan dicatat sebesar nilai pasar wajarnya dengan mengkredit akun modal donasi, atau pendapatan, atau keuntungan. Pencatatan akun modal donasi dilakukan jika aktiva yang diperoleh berasal dari pemberian pemerintah. Sedangkan aktiva yang diperoleh dari pemberian instansi swasta seharusnya diakui sebagai pendapatan atau keuntungan dalam periode di mana aktiva donasi tersebut diterima.
Build, operate, and transfer (BOT) adalah suatu perjanjian kerjasama yang dilakukan dalam bentuk pendanaan aktiva tetap. Biasanya hal ini dilakukan oleh pemerintah daerah yang tidak memiliki sumber keuangan yang cukup untuk membangun infrastruktur dalam memenuhi kebutuhan masyarakatnya tetapi memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Oleh karena itu, sebagai alternatif pendanaan, mereka bekerjasama dengan pihak investor swasta yang memiliki dana besar agar dapat mengembangkan potensi yang mereka miliki dengan melakukan suatu kegiatan usaha bersama. Pada akhir kerjasama operasi, pihak investor diharuskan menyerahkan aktiva BOT kepada pemerintah daerah setempat.


Sumber: hanifsky

0 komentar:

Pengeluaran Modal dan Pendapatan

Pengeluaran modal (capital expenditure) adalah biala-biaya yang dikeluarkan dalam rangka memperoleh aktiva tetap, meningkatkan efisiensi operasional dan kapasitas produktif aktiva tetap, serta memperpanjang masa manfaat aktiva tetap. Biaya-biaya ini biasanya dikeluarkan dalam jumlah yang cukup besar (material), namun tidak sering terjadi.
Contoh dari pengeluaran modal adalah biaya-biaya yang dikeluarkan untuk membeli tambahan komponen aktiva tetap dan atau untuk mengganti komponen aktiva tetap yang ada, dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi, kapasitas, dan atau memperpanjang masa manfaat dari aktiva tetap terkait. Dengan kata lain pengeluaran modal adalah pengeluaran-pengeluaran yang tidak dibebankan langsung sebagai beban dalam laporan laba rugi, melainkan dikapitalisasi terlebih dahulu sebagai aktiva tetap di neraca, karena pengeluaran-pengeluaran ini akan memberikan manfaat bagi perusahaan di masa mendatang. pengeluaran-pengeluaran dalam kategori ini akan dicatat dengan cara mendebet akun aktiva tetap terkait.
Sedangkan yang dimaksud dengan pengeluaran pendapatan (revenue expenditure) adalah biaya-biaya yang hanya akan memberi manfaat dalam periode berjalan, sehingga biaya-biaya yang dikeluarkan ini tidak akan dikapitalisasi sebagai aktiva tetap di neraca, melainkan akan langsung dibebankan sebagai beban dalam laporan laba rugi periode berjalan di mana biaya tersebut terjadi (dikeluarkan). Contoh dari pengeluaran ini adalah beban untuk pemeliharaan dan perbaikan aktiva tetap.
Pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan untuk mempertahankan aktiva tetap agar selalu berada dalam kondisi operasional yang baik dikenai sebagai beban pemeliharaan, contohnya adalah pengeluaran untuk pengecatan dinding bangunan, penggantian pelumas mesin dan sebagainya. Pengeluaran untuk beban pemeliharaan ini adalah hal yang biasa, terjadi berulang biasanya dalam jumlah yang kecil (tidak rnaterial), tlan tidak akan meningkatkan efisiensi, kapasitas, atau memperpanjang masa manfaat dari aktiva tetap terkait, oleh karena itu akan segera dicatat sebagai beban ketika terjadi. Sedangkan pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan untuk mengembalikan aktiva tetap ke kondisi operasional yang baik setelah adanya kerusakan dan atau untuk mengganti komponen aktiva tetap yang rusak, dikenal sebagai beban perbaikan. Pengeluaran untuk beban perbaikan ini juga adalah hal yang biasa, bisa terjadi berulang biasanya dalam jumlah yang kecil (tidak material), dan tidak akan meningkatkan efisiensi, kapasitas, atau memperpanjang masa manfaat dari aktiva tetap terkait, oleh karena itu juga akan segera dicatat sebagai beban ketika terjadi.
Pada dasarnya, biaya-biaya yang dikeluarkan atas aktiva tetap dapat diklasifikasikan menjadi empat tahap, yaitu tahap pendahuluan sebelum perolehan -perolehan atau konstruksi, dan pemakaian.
Tahap pendahuluan terjadi sebelum pihak perusahaan yakin atas kemungkinan dilakukannya pembelian aktiva tetap. Selama tahap ini, perusahaan biasanya akan melakukan studi kelayakan dan analisis keuangan untuk menentukan kemungkinan diperolehnya aktiva tetap. Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam tahap pendahuluan ini tidaklah dapat dikaitkan dengan aktiva tetap tertentu, sehingga harus diperlakukan sebagai pengeluaran pendapatan.
Pada tahap pra - perolehan keputusan untuk membeli aktiva tetap telah menjadi mungkin, namun belum terjadi. Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam tahap ini, seperti biaya survei, sudah dapat dikaitkan dengan aktiva tetap tertentu yang akan dibeli sehingga harus diperlakukan sebagai pengeluaran modal.
Dalam tahap perolehan atau konstruksi, pembelian aktiva tetap terjadi atau konstruksi telah dimulai, namun aktiva tetap tersebut belum siap untuk digunakan. Biaya-biaya yang terkait langsung dengan aktiva tetap yang dibeli ini harus dikapitalisasi dalam akun aktiva tetap tersebut. Contohnya adalah harga beli mesin, pajak, ongkos angkut, biaya asuransi selama dalam perjalanan, ongkos pemasangan dan biaya uji coba sampai mesin tersebut benar-bcnar dapat dioperasikan akan dicatat dalam akun mesin. Demikian juga, untuk bangunan yang dibangun sendiri, biaya-biaya yang terkait langsung dengan pembangunan gedung baru tersebut akan dikapitalisasi sebagai akun pekerjaan dalam penyelesaian (construction in progress). Ketika bangunan tersebut telah selesai dibangun dan siap untuk dimanfaatkan, maka biaya yang telah dikapitalisasi sebagai akun pekerjaan dalam penyelesaian akan dihansfer ke dalam akun aktiva tetap terkait, yaitu akun bangunan. Contohnya adalah biaya arsitek, biaya untuk membeli bahan-bahan bangunan, biaya upah pekerja, biaya sewa peralatan untuk membangun, bahkan termasuk bunga atas dana yang dipinjam untuk membiayai pembangunan gedung baru tersebut.
Dalam tahap pemakaian, aktiva tetap telah siap digunakan. Sepanjang tahap ini, aktiva tetap seharusnya disusutkan. Selama tahap ini, segala aktivitas perbaikan dan pemeliharaan atas aktiva tetap yang sifatnya normal serta berulang harus dicatat langsung ke dalam akun beban untuk periode bersangkutan. Sedangkan biaya yang terjadi untuk memperoleh tambahan komponen aktiva tetap atau mengganti komponen yang sudah ada haruslah dikapitalisasi, sepanjang biaya-biaya ini dapat meningkatkan efisiensi operasional dan kapasitas produktif aktiva tetap atau memperpanjang masa manfaat aktiva tetap bersangkutan.
Dalam praktik, suatu pengeluaran atas aktiva tetap akan dikategorikan sebagai pengeluaran modal atau pengeluaran pendapatan sangat tergantung sekali pada kebijakan manajemen mengenai batas ambang tingkat materialitas dalam mengkapitalisasi suatu pengeluaran. Kalau kita berbicara mengenai tingkat materialitas, sudah tentu bahwa setiap perusahaan memiliki ukuran yang berbeda-beda, sehingga sangatlah mungkin bahwa sebuah pengeluaran yang sama namun akan diperlakukan secara berbeda di masing-masing perusahaan. Sebagai contoh, misalkan di perusahaan A memiliki kebijakan bahwa setiap pembelian barang (selain barang dagangan) senilai Rp. 150.000,- ke atas akan dikapitalisasi sebagai pengeluaran modal, sedangkan di perusahaan B, setiap pembelian barang (selain barang dagangan) senilai Rp. 275.000,- ke atas. baru akan dikapitalisasi sebagai pengeluaran modal. Jadi, jika seandainya perusahaan A dan perusahaan B meskipun sama-sama melakukan pembelian sebuah tirai penutup jendela (yang diperkirakan memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun dan akan dipakai) seharga Rp. 180.000,- namun masing-masing pengeluaran ini akan diperlakukan secara berberda pada masing-masing perusahaan. Di perusahaan A, pembelian tirai penutup jendela akan dicatat sebagai aktiva tetap (pengeluaran modal), sedangkan di perusahaan B akan langsung dicatat sebagai beban (pengeluaran pendapatan) dalam laporan laba rugi periode berjalan di mana pembelian tersebut dilakukan.


Sumber: hanifsky

0 komentar:

Makna Penyusutan

Penyusutan bukanlah proses di mana perusahaan mengakumulasikan dana (kas) untuk mengganti aktiva tetapnya. Penyusutan juga bukanlah cara untuk menghitung nilai yang berlaku saat ini atas aktiva tetap. Penyusutan adalah alokasi secara periodik dan sistematis dari harga perolehan aktiva selama periode-periode berbeda yang memperoleh manfaat dari penggunaan aktiva bersangkutan. Akumulasi penyusutan adalah bukan sebuah dana pengganti aktiva, melainkan jumlah harga perolehan aktiva yang telah dibebankan (melalui pemakaian) dalam periode-periode sebelumnya. Nilai buku aktiva (harga perolehan, yang merupakan biaya historis dikurang dengan akumulasi penyusutan) adalah harga perolehan aktiva yang tersisa yang akan dialokasikan untuk pemakaian di periode yang akan datang dan bukan merupakan estimasi atas nilai aktiva tetap saat ini.
Penyusutan umumnya terjadi ketika aktiva tetap telah digunakan dan merupakan beban bagi periode di mana aktiva dimanfaatkan. Praktik pembebanan penyusutan akan mencerminkan tingkat penggunaan aktiva yang layak dan jumlah laba yang tepat untuk dilaporkan. Penyusutan dilakukan karena masa manfaat dan potensi aktiva yang dimiliki semakin berkurang. Pengurangan nilai aktiva tersebut dibebankan secara berangsur-angsur atau proporsional ke masing-masing periode yang menerima manfaat.
Jadi, beban penyusutan adalah pengakuan atas penggunaan manfaat potensial dari suatu aktiva. sifat beban penyusutan secara konsep tidak berbeda dengan beban yang mengakui pemanfaatan atas premi asuransi ataupun sewa yang dibayar dimuka selama periode berjalan. Beban penyusutan merupakan beban yang tidak memerlukan pengeluaran uang kas (non cash outlay expense). Alokasi harga perolehan aktiva tetap dilakukan dengan cara mendebet akun beban penyusutan dan mengkredit akun akumulasi penyusutan. Akun beban penyusutan akan tampak dalam laporan laba rugi, sedangkan akun akumulasi penyusutan akan terlihat dalam neraca. Akun akumulasi penyusutan merupakan akun pengurang (contra account) dari akun aktiva yang bersangkutan. Bentuk umum dari ayat jurnal yang digunakan untuk mengakui beban penyusutan adalah:
Beban penyusutan
                                                              xxx   
Akumulasi penyusutan   

Di samping akibat adanya pemakaian aktiva dalam aktivitas perusahaan, aktiva tetap juga harus disusutkan seiring berlalunya waktu di mana terjadi perubahan teknologi. Perubahan teknologi yang cenderung rnakin canggih akan mengakibatkan suatu aktiva mudah menjadi usang dibandingkan aktiva sejenis yang mengalami inovasi teknologi yang lebih canggih.

Akumulasi penyusutan merupakan kumpulan dari beban penyusutan periodik. Pada akhir tahun pertama aktiva dimanfaatkan besarnya akumulasi penyusutan adalah sama dengan besarnya beban penyusutan selama tahun pertama pemakaian. Sedangkan pada akhir tahun ke dua, besamya akumulasi penyusutan merupakan penjumlahan antara besarnya beban penyusutan untuk tahun pertama pemakaian dengan beban penyusutan untuk tahun ke dua pemakaian, dan seterusnya.


Sumber: hanifsky

0 komentar:

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Beban

Seperti yang telah dijelaskan di atas, pembebanan penyusutan merupakan pengakuan terjadinya penurunan nilai atas potensi manfaat (jasa) suatu aktiva. Pengalokasian beban penyusutan mencakup beberapa periode pendapatan sehingga banyak faktor yang harus dipertimbangkan oleh manajemen untuk menghitung besarnya beban penyusutan periodik secara tepat.
Untuk memperoleh besarnya beban penyusutan periodik secara tepat dari pemakaian suatu aktiva, ada empat faktor yang perlu dipertimbangkan, yaitu nilai perolehan aktiva (asset cost), nilai residu/sisa (residual or salvage value), dan umur ekonomis (economic life).
Nilai perolehan suatu aktiva mencakup seluruh pengeluaran yang terkait dengan perolehannya dan persiapannya sampai aktiva dapat digunakan. jadi, disamping harga beli, pengeluaran-pengeluaran lain yang diperlukan untuk mendapatkan dan mempersiapkan aktiva harus disertakan sebagai harga perolehan. Nilai perolehan ini, yang sifatnya obyektif, dikurangi dengan estimasi nilai residu (jika ada), adalah merupakan dasar harga perolehan aktiva yang dapat disusutkan. Nilai perolehan dikatakan objektif karena sifatnya dapat diuji oleh siapa pun dan menghasilkan nilai yang sama. Nilai yang sama ini dapat dibuktikan melalui dokumen pengeluaran kas yang mendukung terjadinya transaksi perolehan aktiva tetap, termasuk pengeluaran-pengeluaran lainnya yang dibutuhkan sampai aktiva siap digunakan. Nilai perolehan aktiva umumnya mencerminkan nilai pasar pada saat aktiva diperoleh.
Nilai sisa merupakan estimasi nilai realisasi pada saat aktiva tidak dipakai iagi. Dengan kata lain, nilai sisa ini mencerminkan nilai estimasi di mana aktiva dapat dijual kembali ketika aktiva tetap tersebut dihentikan dari pemakaiannya (pada saat estimasi masa manfaat aktiva berakhir). Besarnya estimasi nilai sisa sangat tergantung pada kebijakan manajemen mengenai penghentian aktiva tetap, dan juga tergantung pada kondisi pasar serta faktor lainnya. Bila perusahaan menggunakan aktivanya hingga secara fisik benar-benar usang dan tidak dapat memberi manfaat lagi, maka aktiva tersebut dapat dikatakan tidak memiliki nilai sisa. Namun, jika perusahaan mengganti aktivanya setelah periode penggunaan yang relatif singkat, maka besarnya nilai sisa (yang tercermin oleh harga jualnya) secara relatif akan tinggi. Berdasarkan pandangan teoritis, setiap estimasi nilai residu harus dikurangkan dari nilal perolehan aktiva untuk mendapatkan nilai perolehan yang akan dialokasikan. Dalam praktik, seringkali nilai sisa ini diabaikan dalam menentukan beban penyusutan karena nilainya yang relatif kecil atau perhitungan yang pelik di mana manfaat yang didapat lebih rendah daripada waktu dan usaha yang dikorbankan untuk menaksir besarnya estimasi nilai sisa. Nilai sisa sifatnya adalah subyektif, di mana sangat tergantung pada kebijakan manajemen dari masing-masing perusahaan.
Dalam menghitung besarnya beban penyusutan, umur ekonomis dapat diartikan sebagai suatu periode atau umur fisik di mana perusahaan dapat memanfaatkan aktiva tetapnya (masa manfaat) dan dapat juga berarti sebagai jumlah unit produksi (output) atau jumlah jam operasional (jasa) yang diharapkan diperoleh dari aktiva. Karena faktor fisik maupun faktor fungsional, aktiva tetap selain tanah memiliki umur ekonomis yang terbatas. Faktor-faktor fisik yang membatasi umur ekonomis suatu aktiva mencakup pemakaian, penurunan nilai (berhubungan dengan berlalunya waktu, di mana suatu aktiva tetap baik.digunakan atau tidak digunakan akan mengalami penurunan nilai), dan kerusakan (penyemodulnya dapat berupa kebakaran, banjir, gempa bumi atau kecelakaan yang cenderung mengurangi atau mengakhiri usia manfaat suatu aktiva).
Sedangkan faktor fungsional yang membatasi umur aktiva adalah keusangan (obsolescence). Manfaat aktiva dapat hilang atau berkurang sebagai akibat dari perubahan teknologi. Meskipun aktiva secara fisik masih dapat digunakan, namun perubahan teknologi yang kian cepat akan secara otomatis memperpendek masa kegunaannya. Suatu contoh keusangan yang drastis adalah timbul pada aktiva tetap komputer. Perubahan teknologi yang cepat sering menyemodulkan barang elektronik tersebut menjadi usang sebelum aktiva itu sendiri rusak.
Umur ekonomis aktiva dapat dinyatakan baik berdasarkan faktor estimasi waktu ataupun faktor estimasi penggunaan. Faktor waktu dapat berupa periode bulanan atau tahunan, sedangkan faktor pemakaian sering berupa iumlah jam operasional atau jumlah unit produksi (output) yang dihasilkan dari aktiva tetap. Berdasarkan waktu vang dilampaui atau tingkat pemakaian inilah alokasi terhadap nilai perolehan aktiva dilakukan dengan suatu tarif alokasi yang telah ditentukan. Estimasi umur ekonomis memerlukan suatu pertimbangan (judgement) pihak manajemen yang pada umumnya berdasarkan pada pengalaman terhadap jenis-jenis aktiva yang serupa. Jadi, cara penentuan estimasi umur ekonomis sifatnya sama dengan cara untuk menentukan estimasi nilai residu, yaitu berdasarkan pertimbangan pribadi (subyektif).
            Suatu revisi atas besarnya setimasi nilai sisa dan umur ekonomis aktiva tetap adalah hal yang biasa. Ketika estimasi direvisi, maka besarnya estimasi yang baru akan digunakan untuk menghitung beban penyusutan dalam periode dimana estimasi direvisi dan untuk periode-periode berikutnya. Dengan kata lain besarnya estimasi yang baru tidak akan mempengaruhi jumlah beban penyusutan yang telah dicatat dalam periode-periode sebelumnya.
          Sebagai contoh, misalkan bahwa sebuah aktiva tetap dibeli dengan harga Rp. 26.000.000,-. Aktiva tetap ini awalnya diestimasi memiliki umur ekonomis 20 tahun dengan nilai residu sebesar Rp. 10.000.000,-. Untuk menghitung besarnya  beban periodic, asumsi bahwa metode penyusutan yang dipakai adalah metode garis lurus, seperti yang telah diuraikan dalam modul 3 terdahulu (penyesuaian atas aktiva tetap).
Aktiva tetap ini kemudian dipakai selama 12 tahun. Dengan besarnya penyusutan Rp.12.500.000,- per tahun, yaitu (Rp. 260.000.000 – Rp. 10.000.000) :2, maka besarnya nilai buku aktiva tetap pada akhir tahun ke-12 adalah Rp. 260.000.000 – (12 x Rp. 12.500.000) = Rp 110.000.000,-.
Sepanjang tahun ke-13, diestimasi bahwa sisa umur ekonomis adalah 10 tahun lagi (bukan 8 tahun) dengan nilai residu sebesar Rp. 6.000.000,- (bukan Rp. 10.000.000,-). Beban penyusutan untuk mesing-masing tahun sepanjang 10 tahun yang tersisa, adalah (Rp.110.000.000 – Rp. 6.000.000) : 10 = Rp. 10.400.000,-.


Sumber: hanifsky

0 komentar:

Metode Penyusutan

Berbagai metode pengalokasian harga perolehan aktiva dapat digunakan oleh perusahaan. Berdasarkan pertimbangan dari pihak manajemen perusahaan sendiri. Metode apapun yang dipilih oleh perusahaan harus dapat diterapkan secara konsisten dari period eke periode. Metode alokasi harga perolehan harus diseleksi agar sedapat mungkin mendekati pola pemakaian aktiva yang bersangkutan.

            Ada beberapa metode yang berbeda untuk menghitung besarnya beban penyusutan. Dalam praktik, kebanyakan perusahaan akan memilih satu metode penyusutan dan akan menggunakannya untuk seluruh aktiva yang dimilikinya. Beberapa metode tersebut yaitu :

Berdasarkan waktu :
A.    Metode garis lurus (straight line method)
B.     Metode pembebanan yang menurun (dipercepat):
1)      Metode jumlah angka tahun (sum of the years digits method)
2)      Metode saldo menurun ganda (double declining balance methode)
Berdasarkan penggunaan :
  1. Metode jam jasa (service hours method)
  2. Metode unit produksi (productive output method)

Dalam akuntansi, banyak terjadi pembelian aktiva tetap yang tidak dilakukan pada awal tahun buku perusahaan, melainkan pada saat-saat tertentu selama periode berjalan. Apabila pembelian aktiva dilakukan sebelum tanggal 15, maka pembelian aktiva tersebut akan dianggap seolah-olah telah terjadi untuk satu bulan penuh, dengan kata lain pembelian akan dianggap terjadi pada hari pertama dari bulan tersebut. Dalam hal ini, perusahaan akan menghitung besarnya penyusutan atas aktiva untuk keseluruhan bulan bersangkutan. Namun untuk pembelian aktiva yang dilakukan pada tanggal 15 atau sesudahnya, akan dianggap seolah-olah sebagai pembelian yang terjadi pada awal bulan berikutnya, dengan kata lain pembelian akan dianggap terjadi pada hari pertama dari bulan berikutnya. Dalam hal ini, perusahaan juga akan tetap menghitung besarnya penyusutan atas aktiva untuk keseluruhan bulan, hanya saja baru akan diperhitungkan mulai untuk bulan berikutnya. Metode penyusutan yang digunakan untuk tujuan pembukuan dapat berbeda dengan metode yang digunakan untuk tujuan perpajakan.

Berdasarkan Waktu
            Metode alokasi harga perolehan umumnya terkait dengan berlalunya waktu, dimana aktiva digunakan sepanjang waktu dan kemungkinan keusangan akibat perubahan teknologi juga merupakan fungsi dari waktu. Dari metode penyusutan yang berdasarkan factor waktu, penyusutan garis lurus merupakan metode yang paling sering digunakan. Sedangkan metode penyusutan yang dipercepat berdasarkan pada asumsi bahwa akan ada penurunan yang cepat dalam efisiensi aktiva , output atau manfaat lain pada tahun-tahun awal umur aktiva.  Kebanyakan metode penyusutan yang dipercepat menggunakan metode saldo menurun ganda.

A. Metode Garis Lurus
Model metode garis lurus cukup sederhana. Metode ini menghubungkan alokasi biaya dengan beralalunya waktu dan mengakui pembebanan periodic yang sama sepanjang umur aktiva. Asumsi yang mendasari metode garis lurus ini adalah bahwa aktiva yang bersangkutan akan memberikan manfaat yang sama untuk setiap periodenya sepanjang umur aktiva, dan pembebanannya tidak dipengaruhi oleh perubahan produktifitas maupun efisiensi aktiva. Estimasi umur ekonomis dibuat dalam periode bulanan atau tahunan. Selisih antara harga perolehan aktiva dengan nilai residunya dibagi dengan masa manfaat aktiva akan menghasilkan beban penyusutan periodic.
Hasil perhitungan beban penyusutan dengan menggunakan metode garis lurus akan dianggap tepat (layak) hanya jika asumsi-asumsi berikut ini terpenuhi, yaitu: beban perbaikan dan pemeliharaan tetap konstan sepanjang umur aktiva, tingkat efisiensi operasi aktiva pada periode berjalan sama baiknya dengan periode-periode sebelumnya, pendapatan (arus kas bersih) yang bisa dicapai dengan mempergunakan aktiva tersebut jumlahnya tetap konstan selama tahun-tahun umur aktiva, dan semua estimasi yang diperlukan, termasuk estimasi masa manfaat diprediksi dengan tingkat kepastian yang memadai.
Namun, karena adanya ketidakpastian dari sebagian besar factor tersebut diatas, maka untuk menemukan suatu metode penyusutan yang dapat menampung bebagai factor tersebut merupakan suatu hal yang sulit. Oleh karena itu, metode garis lurus seringkali diasumsikan sama akuratnya dengan metode lain. Selain itu, metode garis lurus dianggap cukup mudah untuk dilaksanakan dan dipahami.
Dengan menggunakan metode garis lurus, besarnya beban penyusutan periodic dapat dihitung sebagai berikut:
Rumus = Harga Perolehan – Estimasi Nilai Residu
                             Estimasi Masa Manfaat
            Untuk mengilustrasikan penggunaan metode garis lurus, asumsi bahwa pada awal bulan Januari 2008 dibeli sebuah aktiva tetap dengan harga perolehan sebesar Rp.100.000.000,-. Bedasarkan estimasi manajemen, aktiva tetap ini diperkirakan memiliki umur ekonomi selama 5 tahun dengan nilai sisa sebesar Rp. 5.000.000,- pada akhir tahun kelima.
Dengan menggunakan rumus diatas, maka besarnya beban penyusutan pertahun dapat ditentukan sebagai berikut:
Rp. 100.000.000 – Rp. 5.000.000
                        5 Tahun
= Rp. 19.000.000,- per tahun
Dari hasil perhitungan diatas dapat disimpulkan bahwa dengan masa manfaat 5 tahun, maka berarti besarnya tariff penyusutan pertahun adalah 20% (100% : 5), sehingga besarnya beban penyusutan pertahun menjadi 20% dari harga perolehan aktiva yang dapat disusutkan (Rp.100.000.000 – Rp. 5.000.000 = Rp. 95.000.000), yaitu Rp. 19.000.000,-.
Tabel yang meringkas besarnya penyusutan tahunan untuk seluruh umur aktiva tersebut adalah sebagai berikut (dalam ribuan Rupiah) :
Akhir Tahun
Beban Penyusutan
Akumulasi Penyusutan
Nilai Buku akhir

        2008
        2009
        2010
        2011
        2012

              19.000
              19.000
              19.000
              19.000
              19.000

               19.000
               38.000
               57.000
               76.000
               95.000
        100.000
          81.000
          62.000
          43.000
          24.000
            5.000

            Jika seandainya aktiva diatas dibeli dan ditempatkan pemakainya pada tanggal 14 September 2008, maka besarnya beban penyusutn untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2008 adalah Rp. 6.333.333,- (4/12 x Rp. 19 Juta). Aktiva tetap ini berarti akan berakhir masa manfaatnya pada akhir bukan Agustus 2013, dimana besarnya beban penyusutan selama delapan bulan tersebut adalah Rp. 12.666.667,- (8/12 x Rp. 19 juta). Besarnya beban penyusutan untuk tahun 2009, 2010, 2011, dan 2012 masing-masing adalah tetap sebesar Rp. 19.000.000,- (satu tahun penuh). Besarnya nilai residu pada akhir bulan Agustus 2013 adalah tetap Rp. 5.000.000,- (sesuai estimasi manajemen).
            Jika seandainya aktiva tetap di atas dibeli dan detempatkan pemakainnya pada tanggal 15 September 2008, maka besarnya beban penyusutan untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2008 adalah Rp. 4.750.000,- (3/12 x Rp. 19 juta). Aktiva tetap ini berarti akan berakhir masa manfaatnya pada akhir bulan September 2013, dimana besarnya beban penyusutan selama sembilan bulan tersebut  adalah Rp. 14.250.000,- (9/12 x Rp. 19 juta). Besarnya beban penyusutan untuk tahun 2009, 2010, 2011, dan 2012 masing-masing adalah tetap sebesar Rp. 19.000.000,- (satu tahun penuh). Besarnya nilai residu pada akhir bulan September 2013 adalah tetap Rp. 5.000.000,- (sesuai estimasi manajemen). Berdasarkan contoh-contoh di atas, terlihat jelas bahwa nilai buku aktiva tetap pada akhir masa manfaatnya mencerminkan estimasi nilai residu.

B. Metode Pembebanan yang Menurun
            Metode ini terdiri atas metode jumlah angka tahun dan metode saldo menurun ganda. Beberapa kondisi yang memungkinkan penggunaan metode beban menurun adalah sebagai berikut: kontribusi jasa tahunan yang menurun, efisiensi operasi atau prestasi operasi yang menurun, terjadi kenaikan beban perbaikan dan pemeliharaan, turunnya aliran masuk kas atau pendapatan, dan adanya ketidakpastian mengenai besarnya pendapatan dalam tahun-tahun belakangan.
1)      Metode Jumlah Angka Tahun
Metode ini menghasilkan beban penyusutan yang menurun dalam setiap tahun berikutnya. Perhitungannya dilakukan dengan mengalikan suatu seri pecahan ke nilai perolehan aktiva yang dapat disusutkan. Besarnya nilai perolehan aktiva yang dapat disusutkan adalah selisih antara harga perolehan aktiva dengan estimasi nilai residunya. Pecahan yang dimaksud didasarkan pada masa manfaat aktiva bersangkutan. Unsure pembilang dari pecahan ini merupakan angka tahun yang diurutkan secara berlawanan (dengan kata lain mencerminkan banyaknya tahun dari umur ekonomis yang masih tersisa pada awal tahun bersangkutan), sedangkan unsure penyebut dari pecahan diperoleh dengan cara menjumlahkan seluruh angka tahun dari umur ekonomis aktiva atau dapat juga dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (variable n yang dimaksud dalam rumus ini adalah lamanya estimasi masa manfaat aktiva) :
                                    n (n + 1)
                                                      2
            Dalam metode jumlah angka tahun ini, sesungguhnya tidak ada pemikiran konseptual yang luar biasa, yang ada hanyalah skema ilmu hitung yang membuat besarnya beban penyusutan periodic menurun dari satu periode ke periode berikutnya dan seluruh nilai perolehan aktiva yang dapat disusutkan dialokasikan sepanjang umur aktiva.
            Sebagai contoh, asumsi bahwa pada awal bulan Januari 2008 dibeli sebuah aktiva tetap dengan harga perolehan sebesar Rp. 100.000.000,-. Berdasarkan estimasi manajemen, aktiva tetap ini diperkirakan memiliki umur ekonomis selama 5 tahun dengan nilai sisa sebesar Rp. 5.000.000,- pada akhir tahun kelima. Dengan menggunakan contoh ini, besarnya unsure penyebut dari pecahan akan menjadi 15, yang diperoleh dari hasil =1+2+3+4+5, atau [5(5+1)]:2. sedangkan besarnya unsure pembilang dari pecahan akan menurun setiap tahunnya, masing-masing selisih 1. untuk aktiva tetap yang memiliki umur ekonomis 5 tahun, maka besarnya unsure pembilang pada tahun pertama adalah 5, sedangkan pada tahun kedua adalah 4, dan seterusnya.
Dengan menggunakan metode jumlah angka tahun, besarnya penyusutan tahunan akan dihitung sebagai berikut (dalam ribuan rupiah):
Akhir Tahun
Beban Penyusutan
Akumulasi Penyusutan
Nilai Buku akhir

        2008
        2009
        2010
        2011
        2012

5/15 x (100.000 - 5.000) = 31.667
4/15 x (100.000 - 5.000) = 25.333
3/15 x (100.000 - 5.000) = 19.000
2/15 x (100.000 - 5.000) = 12.667
1/15 x (100.000 - 5.000) =   6.333

31.667
57.000
76.000
88.667
95.000
100.000
  81.000
  62.000
  43.000
  24.000
    5.000
            Ketika aktiva tetap dibeli dan ditempatkan pemakainya bukan pada awal tahun, maka besarnya masing-masing penyusutan untuk satu tahun penuh di atas harus dialokasikan diantara dua tahun yang memperoleh manfaat. Sebagai contoh, asumsi bahwa aktiva tetap di atas dibeli dan ditempatkan pemakaiannya pada awal bulan Agustus 2008. besarnya beban penyusutan untuk tahun 2008 akan menjadi 5/12 x 5/15 ( Rp.100.000.000-Rp.5.000.000) = Rp. 13.194.445,-.
Besarnya beban penyusutan untuk tahun 2009 akan menjadi:
7/12 x 5/15 x (Rp.100.000.000 – Rp.5.000.000) = Rp. 18.472.222,-
5/12 x 4/15 x (Rp.100.000.000 – Rp.5.000.000) = Rp. 10.555.556,-
                                                                                 Rp. 29.027.778,-
Besarnya beban penyusutan untuk tahun 2010 akan menjadi:
7/12 x 4/15 x (Rp.100.000.000 – Rp.5.000.000) = Rp.14.777.778,-
5/12 x 3/15 x (Rp.100.000.000 – Rp.5.000.000) = Rp.  7.916.667,-
                                                                                Rp. 22.694.445,-



Besarnya beban penyusutan untuk tahun 2011 akan menjadi:
7/12 x 3/15 x (Rp.100.000.000 – Rp.5.000.000) = Rp. 11.083.333,-
5/12 x 2/15 x (Rp.100.000.000 – Rp.5.000.000) = Rp.   5.277.778,-
                                                                                Rp. 16.361.111,-
Besarnya beban penyusutan untuk tahun 2012 akan menjadi:
7/12 x 2/15 x (Rp.100.000.000 – Rp.5.000.000) = Rp.  7.388.889,-
5/12 x 1/15 x (Rp.100.000.000 – Rp.5.000.000) = Rp.  2.638.889,-
                                                                                Rp. 10.027.778,-
Besarnya beban penyusutan untuk tahun 2013 akan menjadi:
7/12 x 5/15 x (Rp.100.000.000 – Rp.5.000.000) = Rp. 3.694.444,-
2)      Metode Saldo Menurun Ganda
Metode ini menghasilkan suatu beban penyusutan periodic yang menurun selama estimasi umur ekonomis aktiva. Jadi, metode ini pada hakikatnya sama dengan metode jumlah angka tahun dimana besarnya beban penyusutan akan menurun setiap tahunnya. Beban penyusutan periodic dihitung dengan cara mengalikan suatu tariff persentase (konstan) ke nilai buku aktiva yang kian menurun. Besarnya tariff penyusutan yang umum dipakai adalah dua kali tariff penyusutan garis lurus, sehingga dinamakan sebagai metode saldo menurun ganda. Aktiva tetap dengan estimasi masa manfaat 5 tahun akan memiliki tariff penyusutan garis lurus 20% dan tariff penyusutan saldo menurun ganda 40%, sedangkan aktiva tetap dengan estimasi masa manfaat 10 tahun akan memiliki tariff penyusutan garis lurus 10% dan tariff penyusutan saldo menurun ganda 20%, dan seterusnya.
Dengan metode saldo menurun ganda, besarnya estimasi nilai residu tidak digunakan dalam perhitungan, dan penyusutan tidak akan dilanjutkan apabila nilai buku aktiva telah sama atau mendekati estimasi nilai residunya. Besarnya penyusutan untuk tahun terakhir dari umur ekonomis aktiva harus disesuaikan agar supaya nilai buku diakhir masa manfaat aktiva tetap tersebut mencerminkan besarnya estimasi nilai residu.
Sebagai contoh, asumsi bahwa pada awal bulan Januari 2008 dibeli sebuah aktiva tetap dengan harga perolehan sebesar Rp. 100.000.000,-. Berdasarkan estimasi manajemen, aktiva tetap ini diperkirakan memiliki umur ekonomis selama 5 tahun dengan nilai sisa sebesar Rp. 5.000.000,- pada akhir tahun kelima. Dengan menggunakan contoh tersebut, dan apabila metode saldo menurun ganda (double declining balance method) diterapkan, maka besarnya penyusutan tahunan akan dihitung sebagai berikut (dalam ribuan Rupiah):
Akhir Tahun
Beban Penyusutan
Akumulasi Penyusutan
Nilai Buku akhir

        2008
        2009
        2010
        2011
        2012

               100.000 x 40% = 40.000
                 60.000 x 40% = 24.000
                 36.000 x 40% = 14.400
                 21.600 x 40% =   8.640
             95.000 – 87.040 = 7.960

40.000
64.000
78.400
87.040
95.000
   100.000
     60.000
     36.000
     21.600
     12.960
       5.000

            Perhatikanlah bahwa besarnya beban penyusutan tiap tahun (kecuali diakhir masa manfaatnya) diperoleh dengan tanpa memperhitungkan nilai residu. Nilai buku pada awal tahun pertama adalah sebesar harga perolehannya. Besarnya beban penyusutan untuk tahun pertama pemakaian diperoleh dengan cara mengalikan harga perolehan aktiva ke suatu tariff persentase konstan (40%). Besarnya akumulasi penyusutan pada akhir tahun pertama (akhir tahun 2008) adalah sebesar beban penyusutan untuk pemakaian tahun 2008, yaitu Rp.40.000.000,-. Nilai buku pada akhir tahun 2008 (Rp.100 juta – Rp.4o juta = Rp.60 juta) akan merupakan nilai buku bagi awal tahun 2009, yang kemudian nilai buku ini akan dikalikan dengan 40% untuk menghitung besarnya beban penyusutan tahun 2009. besarnya akumulasi penyusutan pada akhir tahun 2009 diperoleh dengan cara menjumlahkan besarnya akumulasi penyusutan pada akhir tahun 2008 (awal tahun 2009) dengan besarnya beban penyusutan untuk pemakaian tahun 2009, dan seterusnya.
            Yang perlu mendapat perhatian khusus disini adalah pada waktu menghitung besarnya beban penyusutan untuk pemakaian tahun 2012, yang dimana merupakan tahun terakhir dari estimasi umur ekonomis. Besarnya beban penyusutan untuk pemakaian tahun 2012 tidaklah dihitung melalui hasil perkalian antara nilai buku pada akhir tahun 2011 (Rp.12.960.000) dengan tariff 40%. Ingat sekali lagi, bahwa besarnya beban penyusutan untuk tahun terakhir dari umur ekonomis aktiva harus disesuaikan agar supaya nilai buku diakhir masa manfaatnya tersebut mencerminkan estimasi nilai residu.
            Dalam contoh ini, karena besarnya estimasi nilai residu adalah Rp.5.000.000,- dan agar supaya besarnya akumulasi penyusutan pada akhir tahun 2012 menjadi Rp.95.000.000, maka besarnya akumulasi penyusutan pada akhir tahun 2012 ini (Rp.95.000.000) dikurangi dengan besarnya akumulasi penyusutan pada akhir tahun 2011 (Rp.87.040.000) akan menghasilkan besarnya beban penyusutan untuk pemakaian tahun 2012 (Rp.7.960.000). besarnya akumulasi penyusutan pada akhir tahun 2012 (Rp.95.000.000) diperoleh dari hasil pengurangan harga perolehan (Rp.100.000.000) dengan besarnya estimasi nilai residu yang telah ditetapkan (Rp.5.000.000). cara lain untuk menghitung besarnya beban penyusutan untuk pemakaian tahun 2012  adalah nilai buku pada akhir tahun 2011 (Rp.12.960.000) dikurangi dengan besarnya estimasi nilai residu yang telah ditetapkan (Rp.5.000.000).
            Dalam contoh di atas, diasumsikan bahwa aktiva tetap dibeli dan ditempatkan pemakaiannya pada awal tahun (awal Januari 2008). Hal ini sesungguhnya sangat jarang terjadi dalam praktik. Jika seandainya aktiva dibeli dan ditempatkan penggunaannya pada awal bulan bulan Maret 2008, maka besarnya beban penyusutan untuk pemakaian tahun 2008 akan menjadi 40% x Rp.100 juta x 10/12 = Rp. 33.333.333,-. Sedangkan besarnya beban penyusutan untuk pemakaian tahun 2009 adalah [40% x (Rp.100.000.000-Rp.33.333.333)] = Rp.26.666.667,-.
Berdasarkan Penggunaan
            Berdasarkan factor penggunaan, penyusutan aktiva terutama terkait dengan output dari aktiva yang bersangkutan atau tingkat jasa yang diberikan. Dalam hal ini, estimasi umur ekonomis aktiva dapat dinyatakan baik dalam satuan unit produksi ataupun jumlah jam jasa (operasional).
A. Metode Jam Jasa
            Teori yang mendasari metode ini adalah bahwa pembelian suatu aktiva menunjukkan pembelian sejumlah jam jasa langsung. Dalam menghitung besarnya beban penyusutan, metode ini membutuhkan estimasi umur aktiva berupa jumlah jam jasa yang dapat diberikan oleh aktiva bersangkutan. Harga perolehan yang dapat disusutkan (harga perolehan dikurangi dengan estimasi nilai residu) dibagi dengan estimasi total jam jasa, menghasilkan besarnya tariff penyusutan untuk setiap jam pemakaian aktiva. Pemakaian aktiva sepanjang periode (jumlah jam jasanya) dikalikan dengan tariff penyusutan tersebut akan menghasilkan besarnya beban penyusutan periodic. Besarnya beban penyusutan ini akan berfluktuasi setiap periodenya tergantung pada jumlah konstribusi jam jasa yang diberikan oleh aktiva bersangkutan.
            Sebagai contoh, asumsi bahwa pada akhir bulan Maret 2008 dibeli sebuah aktiva tetap dengan harga perolehan sebesar Rp.100.000.000,-, berdasarkan estimasi manajemen, aktiva tetap ini diperkirakan dapat beroperasi selama 25.000 jam dengan nilai sisa sebesar Rp.5.000.000,-. Dengan menggunakan contoh tersebut, dan apabila metode jam jasa diterapkan, maka besarnya tariff penyusutan untuk setiap jam pemakaian aktiva adalah :
(Rp.100.000.000-Rp.5.000.000) : 25.000 jam = Rp.3.800,- per jam.
Jika sepanjang tahun 2008, aktiva tersebut telah dipakai selama 4.200 jam, maka besarnya beban penyusutan untuk pemakaian tahun 2008 akan menjadi Rp.3.800/jam x 4.200jam = Rp.15.960.000,-.

B. Metode Unit Produksi
            Metode unit produksi didasarkan pada anggapan bahwa aktiva yang diperoleh diharapkan dapat memberikan jasa dalam bentuk hasil unit produksi tertentu. Metode ini memerlukan suatu estimasi mengenai total unit output yang dapat dihasilkan aktiva. Harga perolehan yang dapat disusutkan (harga perolehan dikurangi dengan estimasi nilai residu) dibagi dengan estimasi total output, menghasilkan besarnya tariff penyusutan aktiva untuk setiap unit produksinya. Jumlah unit produksi yang dihasilkan selama suatu periodic dikalikan dengan tariff penyusutan per unit menghasilkan besarnya beban penyusutan periodic. Besarnya beban penyusutan ini akan berfluktuasi setiap periodenya tergantung pada kontribusi yang dibuat oleh aktiva dalam unit yang dihasilkannya.
            Sebagai contoh, asumsi bahwa pada awal bulan Maret 2008 dibei sebuah aktiva tetap dengan harga perolehan sebesar Rp.100.000.000,-. Berdasarkan estimasi manajemen, aktiva tetap ini diperkirakan dapat menghasilkan 25.000 unit produksi dengan nilai sisa sebesar Rp.5.000.000,-. Dengan menggunakan contoh tersebut, dan apabila metode unit produksi diterapkan, maka besarnya tariff penyusutan untuk setiap unit produksi yang dihasilkan adalah :
(Rp.100.000.000-Rp.5.000.000) : 25.000 unit = Rp.3.800,- per unit.
Jika sepanjang tahun 2008, aktiva tersebut telah memproduksi 4.200 unit, maka besarnya beban penyusutan untuk pemakaian tahun 2008 akan menjadi Rp.3.800,-/unit x 4.200 unit = Rp.15.960.000,-.


Sumber: hanifsky

0 komentar:

Copyright © 2012 Riwayat Belajar.